Resume paparan 7 Februari 2012 tentang gunung padang: Analisis
bentang alam memperlihatkan bahwa bukit di bawah Situs Gunung Padang
ini tidak selaras dengan sekitarnya, mirip dengan G. Sadahurip tapi
lebih “subtle”. Sebagaimana G. Sadahurip, interpretasi geologi yang
paling masuk akal untuk bukit yang “solitaire” ini adalah merupakan
suatu intrusi batuan beku atau sebuah gunung api purba.
Namun, hasil survey pencitraan bawah permukaan Gunung Padang dengan
memakai GPR (Ground Penetration radar), Geolistrik, dan Geomagnet tidak
menunjang kearah dugaan bentukan proses geologi melainkan tapi malah
lebih mengindikasikan suatu struktur bangunan buatan manusia. Tim sudah
memakai teknologi yang paling mutakhir. Untuk GPR menggunakan peralatan
georadar dari GSSI (USA), geolistrik memakai teknologi multi-channel
SuperSting R-8 (USA), dan geomagnet memakai peralatan dari
GEM-Ovenhausser yang sangat sensitive dan biasa dipakai oleh para
arkeolog dunia.
Tim melakukan banyak lintasan pengukuran geolistrik dengan berbagai
konfigurasi ketelitian dan “depth of penetration” yang berbeda untuk
memperoleh penampang struktur “resistivity” Utara-Selatan dan Barat –
Timur. Singkatnya, data geolistrik tidak memperlihatkan struktur
intrusi magma, volcanic plug ataupun gunung purba, melainkan satu
geometri yang sangat unik dan kelihatannya tidak alamiah.
Di bawah situs ada lapisan dengan resistivity ribuan Ohm-meters
(warna merah) dengan tebal sekitar 20-30meter, miring ke Utara tapi
uniknya bagian atas lapisan ini seperti TERPANCUNG RATA (di kedalaman 20
meteran dari puncak) dan membaji pas di ujung selatan Situs. Ini kuat
mengindikasikan bahwa dari kedalaman 20 meter ke atas merupakan struktur
(bangunan) yang dibuat manusia. Lapisan high resistivity (merah)
biasanya adalah batuan keras massif – seperti batuan andesit-basalt.
Kemudian yang lebih mencengangkan lagi di bawah lapisan merah ini
juga kelihatannya sukar untuk dikatakan bentukan geologi. Di bawah
lapisan merah ada lapisan yang “low-resistivity” dengan
bentukan-bentukan membulat dari zona very low resistivity (mendekati 1
ohm-m = true conductor). Yang lebih unik lagi lapisan biru ini dialasi
oleh suatu struktur high resistivity (batuan keras) yang berbentuk
seperti cekungan atau “cawan raksasa”. Posisi cawan ini kira-kira
sekitar 100 meter dari puncak atau setara dengan level tempat parkir di
permulaan tangga untuk naik ke situs.
Kenampakan struktur cawan ini sangat konsisten terlihat di lintasan
Utara-Selatan dan Barat-Timur dan diberbagai konfigurasi survey.
Sebagai informasi, keberadaan struktur seperti cawan atau kolam ini juga
terdapat di penampang resistivity hasil survey geolistrik di Gunung
Sadahurip.
Dugaan dari hasil survey Geolistrik bahwa lapisan sekitar 20 meter ke
bawah dari atas situs adalah sebuah konstruksi bangunan ditunjang oleh
Survey GPR. Survey GPR dilakukan berbagai lintasan atas situs dengan
memakai antenna MLF 40 MHz dari SIR-20 GSSI yang dapat menembus
kedalaman sampai sekitar 25-30 meteran. Dari GPR terlihat ada bidang
“very high reflector” di kedalaman sekitar 3-5 meter dari permukaan di
semua teras. Bidang ini sangat horizontal dan juga membentuk
undak-undak seperti situs di atasnya.
Dibawah bidang ini struktur lapisan tidak kalah unik. Ada lapisan
melintang yang memotong lapisan-lapisan horizontal yang tidak mungkin
merupakan struktur geologi untuk lingkungan di bukit ‘vulkanik’.
Singkatnya, penampang georadar sangat mendukung adanya struktur
bangunan sampai kedalaman 20 m.
Tim juga kemudian melakukan survey geolistrik 3-D di atas situs yang
dimaksudkan untuk mendapatkan sub-surface structure yang lebih detil
sampai kedalaman 25 meteran. Survey 3-D berhasil meng-iluminasi
struktur di bawah situs dengan baik.
Salah satu hasil yang membuat kami terperangah adalah kenampakan tiga
tubuh “very-high resistivity” (lebih dari 50.000 ohm.m) di bawah
situs. Dengan nilai resistivitas setinggi ini kemungkinannya ada dua:
tubuh yang sangat solid/pejal atau merupakan ruang (“CHAMBER”). Dalam
konteks-nya dengan struktur disekitarnya yang paling mungkin adalah
merupakan ruang kosong atau chamber.
Dimensi chamber tersebut kelihatannya sangat besar. Ada satu yang
kira-kira 10x10x10 meter. Kekagetan kami tidak berhenti di sini. Hasil
survey geomagnet memperlihatkan ada anomaly magnetic yang tinggi di
beberapa lokasi. Salah satunya yang besar terletak persis disamping
struktur yang diduga chamber besar. Anomali magnetic tinggi bisa
berasosiasi dengan timbunan barang-barang terbuat dari bahan
metal/logam.
Kemudian, sebagai tahapan pembuktian selanjutnya, Tim sudah melakukan
pengeboran di dua titik. Lokasi bor yang dipilih sebenarnya bukan
titik “Jack-pot” yang seharusnya di-bor berdasarkan survey geolistrik,
georadar, dan geomagnet, misalnya persis di atas Chamber atau anomaly
high magnetic-nya. Hal ini dikarenakan lokasi-lokasi strategisnya
dipenuhi tumpukan kolom andesit situs yang TIDAK BOLEH DIPINDAHKAN.
Tim mendapat ijin bor dari pihak berwenang tapi belum diperbolehkan
untuk memindahkan bebatuan situs. Walaupun demikian, hasil pemboran
sudah cukup untuk membuktikan dugaan struktur bangunan dan juga sukses
dalam mengkalibrasi hasil survey georadar dan geolistrik.
Pada Lubang Bor 1: dari permukaan sampai kedalaman kira-kira 3 meter
terdapat perlapisan susunan kolom andesit 10-40 cm (yang dibaringkan)
diselingi lapisan tanah. Setiap kolom andesit ini dilumuri oleh semacam
semen (sama seperti yang ditemukan waktu trenching dinas kepurbakalaan
tahun 2000 sampai kedalaman 1.8 meter). Sewaktu menembus 3m , Tim
mendapat surprise karena tiba-tiba drilling loss circulation dan bor
terjepit.
Yang dijumpai adalah lapisan pasir-kerakal SUNGAI (epiklastik) yang
berbutir very well rounded setebal 1 meteran (Catatan: jadi rupanya
bidang reflektor yang terlihat pada GPR di kedalaman 3-5 meter di semua
Teras adalah batas dengan permukaan hamparan pasir ini). Dari sudut
teknik sipil, diduga hamparan pasir ini dapat berfungsi sebagai peredam
guncangan gempa.
Dibawah kedalaman 4m , bor menembus struktur selang seling antara
lapisan kolom andesit yang ditata dan lapisan tanah-lanau. Kolom
andesit yang ditata itu sebagian ditata horizontal dan sebagian lagi
miring (catatan: ini sesuai dengan survey GPR yang memperlihatkan bahwa
perlapisan ada yang horizontal dan ada yang miring).
Baru dikedalaman sekitar 19 meter bor menembus tubuh andesit yang
kelihatannya massif tapi penuh dengan retakan. Tubuh massif ini dibor
sampai kedalaman sekitar 25 meter (note: sesuai dengan penampang
geolistrik bahwa kelihatannya bor sudah menembus lapisan merah yang
terpancung itu). Banyak ditemukan serpihan karbon, diantaranya
ditemukan di kedalaman sekitar 18m yang lebih menguatkan bahwa lapisan
kolom andesit dan tanah (atau semen) yang ditembus bukan endapan gunung
api tapi struktur bangunan.
Bor ke-dua yang dilakukan persis di sebelah selatan Teras 5 menembus
tanah (yang seperti tanah urugan sampai kedalaman sekitar 7 meter.
Kemudian ketemu batuan andesit keras. Di kedalaman 8 m terjadi hal
mengejutkan – Total Loss, 40% air di drum langsung tersedot habis. Hal
ini berlangsung sampai kedalaman 10 m. Inilah target utama-nya – tubuh
very high resistivity yang terlihat jelas di Geolistrik 3-D. Mata bor
menembus rongga yang diisi pasir (kering) yang luarbiasa keseragamannya
seperti hasil ayakan manusia. Di bawahnya ketemu lagi dua rongga yang
juga terisi pasir ‘ayakan’ itu diselingi oleh ‘tembok’ andesit yang
sepertinya lapuk. Pemboran berhenti di kedalaman 15m.
Jadi Uji Pemboran berhasil melakukan kalibrasi survey Georadar dan
Geolistrik. Satu diantaranya yang penting bahwa tubuh high resistivity
yang terlihat di geolistrik adalah benar merupakan rongga. Di lokasi
Bor-2 rongga ini sebagian terisi oleh pasir ‘ayakan’ yang sangat
kering.
Hasil sementara analisis carbon radiometric dating dari banyak
serpihan arang yang ditemukan dikedalaman sekitar 3.5m. menunjukkan umur
Carbon Dating sekitar 5500 tahun lalu yang kalau dikonversikan ke umur
kalender adalah sekitar 6700 tahun BP atau sekitar 4700 SM.
Seorang arsitek yang meriset di Gunung Padang berpendapat bahwa
penataan tumpukan batuan di G.Padang Konstruksi bukan pekerjaan
sembarangan tapi hasil olah arsitektur yang luar biasa. Setelah
dilakukan studi banding ke Machu-Pichu (bangunan Piramid Inca di Peru),
dia berkesimpulan bahwa desain arsitektur G.Padang persis sama dengan
Machu Pichu yang dibangun jauh lebih muda itu (sekitar 1400 AD).
Jadi, terlepas dari kasus Sadahurip, penemuan di Gunung Padang ini sudah
berhasil membuktikan hipotesis Tim tentang keberadaan peradaban tinggi
pada masa pra-sejarah yang bahkan jauh lebih tua dari peradaban piramida
di Mesir. Ini tentunya merupakan penemuan yang sangat monumental yang
perlu ditindaklanjuti dengan cepat dan cermat.
Tim sudah berhasil memverivikasi dugaan struktur bangunan sampai
kedalaman 20 meter dengan uji sumur bor (coring). Untuk langkah
selanjutnya, kita masih harus membuat bor-coring yang lebih dalam untuk
membuktikan dugaan struktur bangunan sampai kedalaman 100 m (=seluruh
bukit sampai level parker situs), bahkan mungkin bisa sampai ke level
sungai (sekitar 100 meter lagi ke bawah dari level parker)
Sumber : http://www.kepadamu.com/membuktikan-gunung-padang-membuktikan-sadahurip/